Keinginan kecil yang terwujud
Oleh:
gunawan wibisono
Bukit- bukit hijau yang berdiri kokoh di hamparan tanah, hembusan angin pagi
bercampur dengan suara gemuruh ombak,
udara dingin yang menyusup sampai ke tulang tak menghalangi Purwito untuk tetap
berjalan, walaupun ia sudah mengenakan celana yang tebal, dan jaket namun yang ia rasakan tetaplah dingin.
Berbekal satu buah tingkat, dan singkong rebus yang telah di sediakan
simboknya, Purwito berjalan melewati hutan pinus hingga sampai ke tebing-
tebing. Ia harus berhati- hati melewati tebing tersebut karena jika tidak hati-
hati ia bias terperosok dan jatuh ke laut. Tetapi seperti kebanyakan orang yang
setiap harinya berada di daerah itu, Purwito dengan lincah melewati tebing dan sampai di dasar tebing yang
tingginya kira- kira hanya 25 meter dari permukaan laut. Tapi itu di saat air
laut surut, jika air laut sedang pasang dasaran tebing yang berukuran kira-
kira 10x 6 itu akan tenggelam oleh air laut.
Di tempat itu juga biasanya orang- orang dari jogja yang datang
memancing, dan yang menjadi perhatian Purwito adalah salah satu dari kolompok
orang- orang itu ada yang masih remaja, ia tidak tau pasti berapa umurnya, biasa
lebih tua atau mungkin malah sebaya.
Tak hilang rasa penasaran Purwito, ia segera ke tempat yang
biasa ia gunakan untuk memasang perangkap ikan. Ia menuju ke gua setengah
lingkaran dengan atap sebuah batu besar di pojok tebing, dan disitu ternyata
sudah ada karyo yang duduk di depan api
‘’ Sudah
disini sejak jam berapa Kar?’’ Tanya Purwito yang langsung ikut duduk di
sebelah Karyono.
‘’Lumayan
lama, kira- kira sekitar sejam yang lalu aku disini’’ jawab Karyo.
‘’Lha sudah
dapat ikan berapa?’’ Tanya Purwito.
‘’Baru dapat
tiga, krapu sama tongkolnya dua’’ ujar Karyo sambil menunjur karung tempat
ikan.
‘’Seharusnya
ikannya banyak sekarang, air laut surut tapi kok ikannya sepi!’’ kata Purwito.
‘’Mau gimana
lagi Wit, kalau memang Allah hanya menghendaki dapat tiga, di trima saja lah’’
jawab Karyo.
‘’Memang
sih, Kamu bawa rendet yang kemarin
aku titipkan sama kamu ngak Kar?’’ tanya Purwito.
‘’Ini aku
bawa’’ jawab Karyo sambil mengulurkan rendet kapada Purwito.
Rendet adalah semacam perangkap ikan yang berbentuk
lingkaran, lalu di dalam lingkaran itu terdapat tali- tali kecil dan di
tengahnya di beri umpan. Bila ada ikan yang mendekati umpan itu pasti akan
terjerat oleh tali- tali yang terpasang.
Purwito mengambil rendet tersebut lalu memasangkan umpan yang
telah ia bawa dari rumah. Kemudian pada rendet itu diberi timbel berupa batu,
lalu di lempar ke laut menggunakan tongkat, tidak lupa pada bagian rendet di
beri tali agar dapat di ambil kembali.
‘’Oh ya,,
orang- orang yang sering datang memancing kemari itu kok tidak datang ya?’’
Tanya Purwito.
‘’Ah, pasti
yang ingin kamu tanyakan soal anak kecil itu lagi kan?’’ tebak Karyo.
‘’Dia bukan
anak kecil kar, dia itu seumuram sama kita’’ juwab Purwito.
‘’Memang,
kamu belum lihat di Ngading? Kemarin
sore aku lihat rombongan orang- orang jogja itu disana lagi pasang tenda’’ jelas
Karyo.
‘’Benarkah?
Apa anak itu juga ikut? tanya Purwito penasaran.
‘’Aku kurang
tahu, coba saja nanti kamu kesana’’ jawab Karyo.
‘’Baiklah’’
kata Purwito bersemangat.
‘’Tapi makan
dulu Wit, ini aku bawa singkong rebus’’ kata Karyo sambil membuka bungkusan
berisi singkong.
‘’Aku juga bawa seniri kok kar’’ kata Purwito.
‘’Ya sudah
kita makan dulu saja’’ ajak Karyo.
Mereka berdua lalu makan ingkong rebus tersebut. Setelah lama
berada disitu dan ikan yang di dapat juga tidak begitu banyak mereka pun
pulang, di perjalanan pulang seperti yang telah di sepakati mereka melewati Ngading dan Purwito pun senang ketika
tahu bahwa anak yang ia maksud ternyata juga ikut.
~ ~ ~
‘’Sudah pulang Wit?’’ sambut Simboknya ketika
Purwito sampai di rumah.
‘’Sudah mbok
ini ikannya cuma dapat empat’’ kata Purwito sambil meletakan ikan di ember.
‘’Ya sudah
sekarang kamu istirahat dulu’’ jawab Simboknya.
Purwito segera duduk di kursi dan menyeruput secangkir kopi
hangat yang di buatkan Simboknya. Memang Purwito lelah setelah mencari ikan, namun
setelah minum kopi buatan simboknya rasa lelah itu seakan hilang, lalu ia
memandang keluar, pohon kelapa, pohon jati, dan pohon ketela yang di tanam di
depan rumahnya, lalu purwito mengalihkan pandangannya ke candela dan heranlah
dia ketika di situ ada sebuah mobil.
‘’Itu
mobilnya siapa Mbok?’’ tanya Purwito penasaran.
‘’Ooh, itu
mobilnya pak Nugroho’’ jawab Simboknya.
‘’Pak Nugroho
itu siapa Mbok?’’ tanya Purwito lagi.
‘’Simbok
juga ndak tau Wit, tapi beliau sudah sering datang kemari cuma buat mancing di
karang’’ kata Simboknya.
‘’Sudah di
situ sejak kapan Mbok?’’tanya Purwito tambah penasaran.
‘’Sudah
sejak kemarin to le, kemarin kamu
lagi di belakang pas rombongannya pak
Nugroho simbok persilahkan masuk’’ jelas Simboknya.
‘’Lha kok
tumben parkirnya di sini Mbok?’’ tanya Purwito
‘’Iya,
soalnya kalau titip di tempatnya maman masih agak jauh dari karang kasihan sama
nak Fahmi’’ jelas simboknya lagi.
Purwito yakin bahwa nak fahmi yang di katakan simboknya adalah
anak yang sering ia perhatikan. Purwito jadi tambah senang, jika mobil yang di
gunakan rombongan itu berada di sini pasti mereka akan mampir kemari. Dan
harapan untuk bisa menjadi temannya akan terwujud.
‘’Oh ya
Mbok, kalau Simbok tau dia umurnya berapa? tanya Purwito.
‘’Maksudnya
nak Fahmi? Katanya kemarin dia sudah kelas tiga SMA’’ jawab Simboknya.
‘’Berarti umurnya
sekitar 18 tahun mbok’’ kata Purwito.
‘’Lha berarti
sebaya sama kamu wit’’ sahut Simboknya.
‘’Iya Mbok,
tapi bedanya dia sekolah sampai SMA sedangkan aku hanya sampai SD’’ jawab Purwito
murung.
‘’Sudahlah Wit,
dia itu kan anak orang kaya, sedangkan kita ini bukan dari golongan orang yang
kaya. Sebenarnya Simbok juga ingin melihat kamu sekolah sampai SMA tapi keadaan
kita seperti ini’’ kata Simboknya dengan terisak.
‘’Jangan di
pikirkan Mbok, walaupun Wito tidak sekolah tapi Wito tetap sayang sama simbok
sebagai orang tua, simbok sudah merawat wito semampu simbok dan wito sudah
menganggapnya lebih dari cukup’’ jawab Purwito sambil merangkul bahu ibunya.
‘’Andai
bapakmu masih hidup Wit, mungkin hidup kita tidak seperti ini’’ kata simboknya
sambil mengusap air mata.
‘’Huus!
Simbok ini lho, biarkan Bapak tenang di alam sana Mbok. Ya sudah Wito mau nyari
kayu dulu buat nanti sore, Simbok istirahat saja’’ kata Purwito.
‘’Iya wit,
hati- hati’’jawab Simboknya.
Di perjalanan Purwito merasa bersalah telah membuat Simboknya
menangis, bagaimanapun keadaan keluarganya Purwito tetap menyayangi Simboknya.
Dan lama kelamaan Purwito menjadi ragu ingin menjadi teman
anak dari jogja itu apakah dia mau menjadi temannya sedangkan Purwito hanyalah
lulusan SD dan hidupnya yang kekurangan, Sedangkan dia anak dari orang yang
kaya. Purwito lalu teringat kata Bapaknya kalau orang dari jogja itu ramah-
ramah, Purwito mulai berfikir apakah anak itu juga ramah? Semoga memang benar.
~ ~ ~
Pagi itu Purwito
menuju ke Ngading, karena kemarin ia
memasang perangkap disana. Sebuah tali yang terikat pada batu karang menandakan
di situlah letak rendetnya. Dengan
berlahan Purwito menarik tali itu, dan saat itu ada orang yang menyapanya.
‘’Permisi?
Boleh saya ikut duduk di sini?’’ tanya seseorang tersebut.
‘’Silakan-
silakan!’’ jawab Purwito, begitu ia menoleh kaget lah ia ketika yang berbicara
itu adalah anak itu yaitu Fahmi.
‘’Sudah
dapat ikan berapa?’’ tanya Fahmi.
‘’Ee…
sudah,, belum dapat’’ jawab Purwito gugup.
‘’Oh ya,
kenalkan nama saya Fahmi, lengkapnya Fahmi Yusuf Ismail’’ kata Fahmi sambil
mengulurkan tangan kepada Purwito.
‘’Nama
saya.. Purwito, di panggil saja wito’’ kata Purwito sambil berjabat tangan
dengan Fahmi.
‘’Maaf kalau saya menganggu panjenengan masang perangkap ikan’’ kata Fahmi.
‘’Oh tidak apa- apa, saya justru senang di
temani’’ jawab Purwito.
Mereka berdua pun duduk bersama, Fahmi asyik memancing
sedangkan Purwito asyik dengan rendetnya. Purwito benar- benar tidak menyangka
bahwa dia akan dapat bertemu dengan fahmi, anak dari jogja. Anak yang ramah
seperti yang di katakan almarhum ayahnya, walaupun Purwito tidak sekolah dan
hidup kekurangan tapi Fahmi tetap bersikap baik kepada Purwito. Dan seiring
berjalannya waktu mereka saling mengenal dan akhirnya menjadi sahabat.
tamat